Merokok dan Bau dalam Mobil
Saya seorang perokok berat. Sehari, tak kurang dari sebungkus rokok saya habiskan. Namun, bila naik mobil yang bau asap rokok saya akan jengkel setengah mati. Misuh-misuh sepanjang jalan.
Karenanya, bila tak terpaksa sekali, terburu-buru dan tak ada teman lain yang bisa ditumpangi, saya emoh bila harus menumpang atau satu mobil dengan salah seorang kawan yang gemar sekali merokok di dalam mobil -- saking gemarnya, bahkan, ketika AC dinyalakan iapun dengan tenang menghisap rokoknya. Bau rokok di kabin mobilnya terasa sudah menahun -- apek. Naik mobil pun jadi tak nyaman. Saya pun bersungut-sungut sepanjang jalan. Sementara dia malah tertawa-tawa senang, mentertawakan "kemunafikan" saya. Benar-benar menjengkelkan.
Bau rokok itu demikian kuat dan apek. Tak hanya ketika dia merokok, bahkan ketika dia "istirahat" pun bau itu terasa menyengat. Maklum, sudah tahunan. Tak terbayangkan oleh saya, bagaimana kejengkelan mereka yang tidak merokok yang terpaksa harus semobil dengan dia? Saya kira kejengkelannya jauh di atas kejengkelan saya.
Memakai pewangi? Tak bisa membantu. Selain baunya yang tak selamanya sesuai dengan selera, wangi yang disebarkannya pun hanya sementara. Begitu kekuatannya hilang, bau rokok pun muncul kembali. Maklum, yaitu tadi: Sudah menahun. Bau asap rokok sudah menempel pada seluruh bagian kabin. Mulai dari plafon, jok, bahkan mungkin karpet dan dashboard.
Beberapa belas tahun silam, 1992, seorang klien saya menghadiahi saya sebuah mobil tua -- Kijang keluaran 1985. Karena benar-benar hadiah, tentu saja saya terima dengan sukacita. Saya pikir, lumayan untuk saya pakai sekalinya saya pergi ke Kalijati -- kampung halaman saya. Karena lokasinya yang jauh di atas gunung, kondisi jalan ke sana lebih cocok dilaluli mobil sejenis Kijang.
Menurut si klien, mobil itu bekas kendaraan operasional salah seorang karyawannya. Kondisinya masih lumayan. Hanya, setiap kali mengendarainya saya selalu mematikan AC dan membuka kaca jendela. Baunya itu, lo!
Kebetulan waktu itu saya sedang banyak melakukan perjalanan ke luar kota. Khususnya ke daerah Subang. Selama tiga bulan lebih, saya mondar-mandir ke kota itu. Dan selama itu, bau di dalam mobil tak juga hilang.
Bau itu baru surut dan hilang pada bulan kelima. Itupun setelah saya lakukan beberapa cara yang agak ekstrim: Meletakkan lima gelas plastik berisi bubuk kopi di beberapa titik dan dalam keadaan terbuka. Setiap kali parkir, dan saya rasa aman, pintu-pintu mobil itu selalu saya biarkan terbuka lebar. Termasuk di waktu malam -- karena kebetulan, rumah saya waktu itu memiliki garasi yang cukup luas.
Ditambah dengan mengelap setiap inci kabin, mulai dari palfon sampai jok dan lantai, dengan lap yang saya rendam dalam air perasan jeruk purut, bau itupun jauh berkurang.
Ada juga, sih, yang menyarankan memakai daun pandan yang diiris dan ditebarkan di seluruh kabin. Tapi, ini tak saya lakukan. Saya kurang suka dengan baunya, juga caranya. Mengingatkan saya pada orang yang meninggal.
Tidak ada komentar